MANFAAT PELATIHAN HARNESS DALAM MENINGKATKAN
KEMAMPUAN FISIK ANAEROB DAN AEROB
Oleh : Dikdik Zafar Sidik
Sudah tidak bisa dipungkiri lagi bahwa kemampuan fisik adalah salah satu faktor yang sangat penting apabila ingin mendapatkan prestasi yang maksimal dalam setiap cabang olahraga, terlebih lagi jika atlet yang ditangani adalah atlet yang masuk dalam kelas atlet elit. Kita mengetahui bahwa kunci keberhasilan prestasi adalah karena hadirnya faktor-faktor penentu prestasi, baik secara internal maupun eksternal seperti tergambarkan di samping berikut.
Kemampuan fisik atlet pada dasarnya secara fisiologis merupakan kemampuan dinamis anaerobik dan aerobik. Setiap berlangsungnya pelatihan fisik maka hakekatnya sedang terjadi keberlangsungan aktivitas fisiologis yang secara garis besar terangkum dalam tiga sistem kerja (Santosa, 2010:5) yang terdiri dari : (a) sistem kerja I sebagai pelaksana gerak yang meliputi sistema skelet, sistema muscular, dan sistema nervorum; (b) sistem kerja II sebagai pendukung gerak yang meliputi sistema hemo-hidro-limfatik, sistema respirasi, dan sistema kardiovaskular; dan (c) sistem kerja III sebagai perangkat pemulih/pemelihara yang meliputi sistema digestivus, sistema ekskresi, sistema reproduksi. Oleh karena itu, para ahli menyarankan agar setiap pelatih mempunyai kompetensi pemahaman fisiologi (ilmu faal/ilmu fungsi) ketika mempersiapkan untuk menjalankan pelatihan fisik pada setiap atlet. Hal ini sering menjadi kendala yang cukup pelik dialami oleh para pelatih, terutama dasar pemahaman keilmuan ini yang masih belum mencukupi. Problematika ini sering mengakibatkan terjadinya “malpraktik” dalam pelatihan olehraga prestasi yang berindikasi pada sulitnya atau tidak munculnya prestasi yang diharapkan.
Setiap orang yang lahir ke bumi ini pada hakekatnya telah diberikan anugrah potensi dari Yang Maha Pencipta. Oleh karena itu, tidak ada manusia yang tidak berbakat, tidak ada manusia yang tidak potensial. Hanya karena kurang pandai menempatkan dan mengembangkan potensi-lah yang menjadikan kurang dan tidak berprestasi.
Potensi Keterampilan Motorik
Kemampuan gerak pada cabang olahraga sering diistilahkan dengan kemampuan teknik dan ketika kemampuan teknik ini berlangsung dalam kondisi tekanan psikologis maka disebut dengan istilah kemampuan keterampilan (skill). Tidak sedikit atlet yang ketika dalam latihan, kemampuan teknik kecabangannya dinilai baik namun ketika dalam kompetisi sering tidak muncul kemampuan tersebut sehingga kurang nampak kemampuan keterampilannya (skill-nya). Banyak hal yang menyebabkan kondisi seperti ini terjadi, seperti diantaranya : kurangnya frekuensi dalam melakukan, gerakan dasar yang dilakukan salah, kesiapan untuk melakukan gerakan tidak cukup, sistematika gerakan yang tidak tepat, kurang/tidak berkelanjutan, tidak terjadi ‘overload progressive’ yang adekuat, pemahaman pelatih dalam menerapkan prinsip-prinsip dan norma-norma pembebanan latihan (training load) yang kurang, kurang variasi latihan sehinggag menjemukan, dan lain sebagainya.
Kita mengetahui bahwa pelatihan teknik yang dilakukan dengan baik dan benar akan memberikan dampak positif dan signifikan terhadap pencapaian prestasi saat itu dan masa datang, karena pelatihan teknik akan senantiasa direkam dan disimpan dalam otak memori manusia. Sehingga kapanpun dibutuhkan maka rekaman dan memori itu akan dimunculkan. Oleh karena itu, pelatihan teknik harus dilakukan secara intensif dengan baik dan benar mulai sejak usia pemula. Kesalahan yang terjadi saat ini adalah banyak ‘atlet nasional’ yang masih berlatih teknik dasar dengan alasan karena tekniknya salah. Apakah kesalahan teknik yang sudah sangat melekat ini akan dengan mudah diperbaiki ? sementara otomatisasi geraknya sudah terbentuk dengan kuat.
Jika kita berbicara tentang potensi keterampilan maka hal itulah yang harus menjadi pertimbangan ketika melatih kemampuan ini. Keterampilan Apa yang dilatih, Kapan (periode) latihannya, Mengapa harus dilatih keterampilannya, Siapa dan Level apa yang sedang dilatih, serta Bagaimana melatih keterampilannya adalah pertimbangan penting bagi setiap pelatih dalam merencanakan program latihan.
Potensi Fisik
Ketika berbicara prestasi maka kemampuan fisik menjadi bagian penting dari sebuah proses ini. Kemampuan fisik sudah dianugrahkan Tuhan kepada setiap insan semenjak lahir. Kemampuan fisik dasar yang ada adalah kemampuan kelenturan, kemampuan kecepatan gerak, kemampuan kekuatan, dan kemampuan daya tahan. Dalam pembagian dan pengembangannya (Zimmermann,dkk.;1981) mengemukakan bahwa kemampuan fisik adalah sebagai berikut.
1. Kemampuan Kelenturan :
a. Kemampuan Kelenturan Statis (Static Flexibility)
b. Kemampuan Kelenturan Dinamis (Dynamic Flexibility)
2. Kemampuan Kecepatan Gerak Maksimal :
a. Kemampuan kecepatan Gerak Maksimal “Speed”
b. Kemampuan kecepatan Gerak Maksimal “Agility”
c. Kemampuan kecepatan Gerak Maksimal “Quickness”
3. Kemampuan Kekuatan
a. Kemampuan Kekuatan Maksimal (Maximum Strength)
b. Kemampuan Kekuatan yang Cepat (Speed Strength/Power)
c. Kemampuan Daya Tahan Kekuatan (Strength Endurance)
4. Kemampuan Daya Tahan
a. Kemampuan Daya Tahan Anaerobik (Anaerobic Endurance)
b. Kemampuan Daya Tahan Aerobik (Aerobik Endurance)
Dalam kajian fisiologik kemampuan fisik ini disebut dengan kemampuan Anaerobik (Anaerobic Capacity) dan kemampuan Aerobik (Aerobic Capacity). Pengelompok kemampuan ini berdasarkan pada sumber energi yang digunakan atau yang berperan ketika melakukan aktivitas dan lamanya berlangsung aktivitas tersebut. Dalam penerapannya hal ini terkait dengan Volume latihan dan Intensitas Latihan. Oleh karena itu, pelatih harus secara cermat mempertimbangkan banyak hal yang semuanya berdasar pada pemahaman prinsip-prinsip latihan (berdasarkan kajian Fisiologik, Psikologik, dan Pedagogik) dan norma-norma beban latihan (Volume, Intensitas, Interval, dan Densitas). Sehingga dengan demikian pelatih dapat memilih dan menentukan metode dan bentuk latihan apa yang adekuat/tapat untuk melatih dan meningkatkan kemampuan fisik tersebut.
Banyak sekali metode dan bentuk latihan yang dapat digunakan untuk melatih kondisi fisik sehingga dapat meningkatkan kemampuan fisik atlet. Setiap pelatih harus dapat memahami makna dari metode-metode latihan dan makna dari bentuk-bentuk latihan, serta mampu menafsirkan apa yang dimaksud dengan metode latihan dan apa yang dimaksud dengan bentuk latihan.
Ketika akan melatih maka tugas pertama seorang pelatih adalah memahami dengan baik karakter setiap atlet dan karakter cabang olahraganya. Hal ini penting agar setiap latihan yang dilakukan senantiasa sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan prestasi bagi atlet dan cabang olahraganya. Oleh karena itu, sekali lagi bahwa setiap pelatih harus cermat dalam memilih metode dan bentuk latihan yang tepat guna dan tepat sasaran.
Setiap komponen fisik memiliki kekhasan dalam penerapan metode dan bentuk latihan. Bagaimana metode dan bentuk latihan ketika melatih kemampuan Kelenturan di periode persiapan umum, persiapan khusus, periode pra kompetisi, dan periode kompetisi utama? Bagaimana metode dan bentuk latihan ketika melatih kemampuan Kecepatan gerak (SAQ) di periode persiapan umum, persiapan khusus, periode pra kompetisi, dan periode kompetisi utama? Bagaimana metode dan bentuk latihan ketika melatih kemampuan Kekuatan di periode persiapan umum, persiapan khusus, periode pra kompetisi, dan periode kompetisi utama? Bagaiamana metode dan bentuk latihan ketika melatih kemampuan Daya Tahan di periode persiapan umum, persiapan khusus, periode pra kompetisi, dan periode kompetisi utama? Banyak sekali metode dan bentuk latihan untuk meningkatkan kondisi fisik atlet pada setiap komponennya tentunya mempertimbangkan banyak hal ketika akan menerapkannya.
Norma atauran latihan yang harus dipegang adalah jumlah volume latihan, besarnya intensitas latihan, lamanya istirahat latihan, dan banyaknya jumlah densitas latihan harus sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan atlet dan cabang olahraga.
Dalam periodisasi, intensitas harus disesuaikan dengan kemampuan atlet dan komponen latihan fisiknya serta manipulasi (pengaturan) volume dan intensitas tergantung pada periodisasi (tahapan) yang sedang berlangsung. Pada awal periode maka Volume besar/tinggi berlangsung dan intensitas rendah. Pada medio (pertengahan) periode volume mulai menurun dan intensitas mulai meningkat, sedangkan pada akhir periode (menjelang kompetisi/perlombaan) maka intensitas tinggi dan volume berada pada titik rendah (< 50 %).
Selanjutnya tulisan ini akan sedikit memberikan deskripsi tentang bagaimana manfaat pelatihan HARNESS bagi peningkatan kemampuan fisik.
Pelatihan HARNESS
Perlu gambaran tentang apa yang dimaksud dengan Latihan Harness (Sled Harness). Istilah ini digunakan oleh para atlet ketika latihan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kecepatan, kekuatan (strength) dan daya tahan (endurance) seperti yang dikemukan oleh Todd Wilson (2006), David J. Pollit (2003). Latihan ini merupakan latihan yang bersifat kekuatan, karena ketika melakukan gerakan memanfaatkan beban yang harus ditarik setelah diikatkan dengan tali dipinggang. Jadi, latihan harness adalah bentuk latihan kekuatan yang bersifat dinamis.
Adapun bentuk-bentuk latihannya dapat disesuaikan dengan kebutuhan tujuan latihan, yaitu :
1. Untuk latihan kecepatan gerak dapat memanfaatkan gerakan-gerakan seperti :
a. Koordinasi ABC’S (Acceleration – Balance - Coordination’speed) seperti : angkling, short straight fast leg, heel butt kick, high knee, clawing, side step turn forward, side step turn backward, pop ups, dan lain-lain dengan berbagai arah ke depan, belakang, samping kanan, samping kiri, atau diagonal,
b. Bentuk latihan lari sprint (ke depan atau belakang), jarak 10 – 30 meter,
c. Bentuk latihan kelincahan, seperti : zigzag run, shuttle run, dodging, side step cross over, carrioca, dan lain-lain sesuai dengan ciri dari latihan kelincahan,
d. Bentuk-bentuk latihan kecepatan aksi-reaksi yang diawali dengan aba-aba dan dilanjutkan dengan gerakan akselerasi atau gerakan kelincahan. Latihan menggabungkan gerakan Q-A-S, Q-S-A, S-A-Q, S-Q-A, A-S-Q, atau A-Q-S.
2. Untuk latihan kekuatan yang cepat dapat memanfaatkan gerakan-gerakan seperti latihan pliometrik (hopping, bounding, jumping, thrusting, skipping, dll.)
3. Untuk latihan Daya Tahan Anaerobik (Daya Tahan Kecepatan) dapat memanfaatkan bentuk gerakan-gerakan sprint dan juga bentuk gerakan kelincahan disesuaikan dengan ketentuan untuk masing-masing tujuan (apakah latihan daya tahan anaerobik yang laktasid atau daya tahan anaerobik yang alaktasid).
4. Untuk latihan Daya Tahan Aerobik sama halnya dengan gerakan pada latihan DT Anaerobik, hanya setiap gerakakn dilakukan dengan usaha (intensitas) relatif lebih rendah agar dapat mepertahankan dalam durasi yang lebih lama atau dapat melakukan dalam jumlah pengulangan yang banyak sesuai dengan hakikat dan prinsip-prinsip latihan Daya Tahan.
Metode latihan yang dapat diterapkan dalam bentuk latihan ini adalah seperti metode repetisi, metode interval, metode tempo run atau metode kontinyu. Oleh karena itu, setiap pelatih harus memahami karakteristik dari masing-masing metode latihan.
Penerapan pelatihan Harness pada Metode Repetisi (Repetition Method)
Metode repetisi adalah metode latihan yang menekankan pada unsur pengulangan (repetisi) dengan durasi istirahat (rest interval) dan jarak (distance) yang tetap atau bervariasi. Untuk istirahat latihan antar repetisi dan set bergantung pada masa pemulihan denyut nadi (kembali ke denyut nadi awal latihan inti).
Contoh :
Metode Repetisi dalam bentuk lari menggunakan Harness :
Jarak Tetap :
Grafik Ilustrasi :
Jarak Bervariasi :
Grafik Ilustrasi :
Metode ini dapat diterapkan pada tujuan latihan kecepatan Gerak (SAQ), kekuatan yang Cepat (Power), maupun daya tahan (DT Aerob maupun DT Anaerob).
Penerapan pelatihan Harness pada Metode Interval (Interval Training Method)
Sama halnya dengan penerapan metode repetisi, metode Interval adalah metode yang paling efektif untuk meningkatkan kapasitas Aerob maupun Anaerob. Dengan pelatihan yang adekuat melalui pelatihan Harness maka hasil yang dicapai akan lebih maksimal.
Metode Interval adalah metode yang paling disenangi oleh para pelatih dalam proses latihannya, akan tetapi masih sering ditemukan dalam penerapannya masih belum sesuai dengan karakteristik kebutuhan dan tuntutan dari metode ini. Sang legendaries sebagai pencetus lahirnya metode ini, yaitu Emil Zátopek telah memberikan pedoman bagaimana melakukan latihan dengan memanfaatkan metode ini. Ia lahir di Koprinivince-Cekoslovakia pada tanggal 19 Oktober (89 tahun yang lalu). Dan, banyak sekali orang terkagum-kagum dengan prestasi dia saat itu meskipun sebelumnya banyak yang mencibirnya : “Why should I practice running slow? I already "Why should I practice running slow? I already know how to run slow. I want to learn to run fast. Everyone said, 'Emil, you are a fool!' But when I first won the European Championship, they said: 'Emil, you are a genius!'"
Ketika itu Emil Zatopek melakukan latihan 400 meter sebanyak 100 repetisi dengan intensitas 85% dari kemampuan VO2 max-nya (pace 400 meter kira-kira 72 detik).
Oleh karena itu, untuk dapat melakukan latihan dengan menggunakan metode interval yang baik maka harus memiliki persyaratan kondisi awal sudah sangat siap terutama kapasitas aerobik yang baik sehingga proses pemulihan dapat berlangsung singkat. Hal ini penting dikarenakan ciri dari metode Latihan Interval adalah konsistensi dalam norma pembebanan, yaitu Jarak yang ditempuh konsisten, usaha (intensitas) yang dilakukan konsisten, dan yang paling penting adalah masa istirahat yang dilakukan antar pengulangan berlangsung secara konsisten. Cara-cara ini yang dilakukan oleh Zatopek ketika persiapan untuk menghadapi Olimpiade Helsinki sehingga ia mampu merebut 3 (tiga) medali emas dalam satu event (Olympic Games) melalui program “Zatopek’s Amazing 400 m x 100 reps”.
Contoh :
Metode Latihan Interval (Back to Back) dengan jarak latihan yang tetap :
Model 1.
Model 2.
Model 3. .
Model 4
Grafik Ilustrasi :
Metode Latihan Interval dengan jarak latihan yang berubah :
Grafik Ilustrasi :
Yang harus diperhatikan ketika akan dan sedang menerapkan metode interval adalah :
• Berapa jarak yang akan digunakan ?
• Berapa kemampuan setiap atlet untuk jarak yang akan digunakan ?
• Ketahui denyut nadi atlet untuk pemulihan setelah kerja/aktivitas (repetisi) pertama. Hasil denyut nadi yang diketahui di awal akan menjadi patokan untuk digunakan sebagai waktu istirahat antar repetisi. Dan, ketahui kembali waktu pemilihan setelah berakhir repetisi pada set pertama yang kemudian dijadikan patokan untuk istirahat antar set.
Metode latihan Interval merupakan metode latihan yang sangat berat karena intensitas yang digunakan adalah intensitas tinggi sehingga kondisi atlet harus benar-benar dinyatakan siap agar hasil dari penerapan metode ini menjadi berpengaruh secara signifikan. Dan, segera setelah latihan ini berakhir pada satu unit latihan maka atlet diwajibkan untuk melakukan jogging (easy run) untuk membantu mempercepat pemulihan terutama jika latihan ini menyebabkan terjadinya pembentukan asam laktat.
Setelah kita menyimak metode repetisi dan metode interval maka letak perbedaannya adalah pada masa istirahat seperti yang dikemukakan oleh Tom Green bahwa ” The key difference between repeat training versus interval training is the recovery period” (2009)
Penerapan pelatihan Harness pada Metode Tempo (Tempo Activity Method)
Metode Tempo adalah metode yang nenekankan pada tempo irama gerakan seperti irama cepat dan irama lambat secara berkelanjutan. Gerakan yang dilakukan bisa berlangsung dalam waktu yang cukup lama atau dalam jarak yang cukup panjang. Begitu juga dengan waktu singkat atau jarak pendek. Hal ini disesuaikan dengan tuntutan kebutuhan cabang olahraga dan periode apa yang sedang berlangsung.
Contoh penerapan metode tempo :
Latihan Koordinasi ABC’s : jarak 40 meter menggunakan Harness :
- 10 meter pertama irama cepat
- 10 meter kedua irama lambat,
- 10 meter ketiga irama cepat, dan
- 10 meter keempat irama lambat,
atau.
- 10 meter pertama irama lambat
- 10 meter kedua irama cepat,
- 10 meter ketiga irama lambat, dan
- 10 meter keempat irama cepat
Lari jarak 400 meter, terbagi dalam jarak masing-masing 100 m :
- 100 meter pertama irama cepat
- 100 meter kedua irama lambat,
- 100 meter ketiga irama cepat, dan
- 100 meter keempat irama lambat,
atau.
- 100 meter pertama irama lambat
- 100 meter kedua irama cepat,
- 100 meter ketiga irama lambat, dan
- 100 meter keempat irama cepat
Penerapan pelatihan Harness pada Metode Kontinyu (Continuous Activity Method)
Metode ini dapat digunakan ketika latihan diarahkan pada pencapaian kapasitas aerobic yang baik. Salah satu metode untuk meningkatkan kemampuan aerobic adalh dengan metode ini yang dapat diterapkan dengan pola pelatihan Harness. Sehingga penerapan pola pelatiha Harnes pada metode kontinyu (terus menerus) ini menjadi latihan kekutan dinamis yang diarahkan pada pencapaian kualitas daya tahan otot (muscle endurance/strength endurance) disamping daya tahan jantung (cardiovascular endurance).
Kapan Latihan Harness itu diterapkan ?
Karena pelatihan Harness ini adalah pelatihan yang bersifat resisten maka pelatihan ini disesuaikan dengan periodisasi kemampuan Kekuatan (Strength Periodisation). Masa penerapan pelatihan Harness menyesuaikan pada tingkat kemampuan atlet sehingga beban harness dapat disesuaikan. Pelatihan harness cocok diberikan jika sudah melewati fase adaptasi anatomis dan hipertropi otot. Selain itu, pelatihan ini dapat dimanfaatkan untuk transfer atau konversi dari hasil latihan Koordinasi Intramuscular terutama cabang olahraga yang membutuhkan kecepatan gerak seperti pada cabang olahraga permainan (Sepak bola, Futsal, Basket, Bola Tangan, Hoki, dll.), Atletik nomor Sprint dan nomor lompat horizontal, cabang Bela diri (Taekwondo, Karate, Pencak Silat, Kempo, Tarung Drajat, Wushu, Anggar, dan lain yang sejenis).
Mengenai pengembangan Pelatihan Fisik pada penerapan pelatihan dengan pola-pola yang bervariasi akan penulis sampaikan pada tulisan berikutnya.
Referensi :
Bowers, Richard and Edward L. Fox, 1988. SPORT PHYSIOLOGY. Dubuque – Iowa : Wm.C. Brown Publishers,
Brian Mac, Endurance Training, 2005, (http://wwwbrianmac.demon.co.uk/esource.htm.).
Giriwijoyo, Santosa, 2007. ILMU FAAL OLAHRAGA; Fungsi Tubuh Mnausia pada Olahraga, edisi 7. Bandung : Buku Ajar FPOK UPI.
Janssen, Peter, 2001. Lactate Threshold Training. Canada : Human Kinetics Publisher.
Nieman, David C., 1990. Fitness and Sports Medicine ; An Introduction. California : Bull Publishing Company.
Powers, Scott K. and Edward T. Howley, 19990. Exercise Physiology ; Theory and Application to Fitness and performance. Dubuque ; Wm.C. Brown Publishers.
Pyke, Frank S., 1991. Better Coaching ; Advanced Coach’s Manual. Canberra : Australian Coaching council Incorporated.
Rushall, Brant S. and Frank S. Pyke, 1990. Training for Sport and Fitness. Canberra : Macmillan Education.
Telford, Richard D., 1991. Better Coaching : Endurance Trainig , edited by Frank S. Pyke. Canberra : Australia Coaching Council Incorporated.
Schmolinsky,Gerhardt, 1989. Track and Field., German : DVLSportverlag.
Willmore, Jack H. dan David L. Costill, 1994. Physiology of Sport and Exercise. Canada : Human Kinetics Publisher.
David J. Pollitt,. 2003. Slad Dragging. National Strength & Conditioning Association. Riverside, California.
Esfarjani, F. Laursen, P. (2006) Manipulating High Intensity Interval Training: The Effects on VO2 Max, the lactate threshold and 3000m running performance in moderately trained males. Journal of medicine and science in sport. 10, 27-35